Minggu, 20 Mei 2012

RINTIHAN PEDIH ANAK KERANG


Anak kerang sedang merintih kesakitan karena didalam tubuhnya ada sebutir pasir yang melekat menusuk ,sehingga  membuat tubuhnyater luka dan berdarah. Ditengah rintihan menahan pedih dan rasa sakit anak kerang memohon dengan sangat kepada ibunya agar berkenan mengeluarkan sebutir pasir tersebut karenarasa perih dan pedih tidak tertahankan ,  semakin lama tidak kuat lagi menahan rasa sakit.
           Namun ibunya berujar “Anakku, kita sudah ditakdirkan tidak memiliki tangan, sehingga ibu tidak memiliki kemampuan untuk mengambil sebutir pasir yang ada dalam tubuhmu, karena itu berupayalah semampumu untuk menahan rasa sakit dan menerima keadaan serta takdir kita yang tidak memiliki tangan, untuk mengurangi rasa sakit dan perih keluarkanlah lendirmu membasahi sekeliling tubuhmu terutama untuk membasahi  sekitar letak pasir tersebut dengan demikian semoga  rasa sakit yang kau rasakan  dapat berkurang.
Hari berganti hari anak kerang itupun menjalani hidupnya dengan menanggung beban penuh rasa sakit, dan berupaya sekuat tenaga bertahan menahan penderitaan ini seiring berharap suatu ketika akan muncul mukjijat atau dewa penolong, namun ditengah penderitaan ini adakalanya muncul juga perasaan protes terhadap takdir yang diterimanya, “betapa tidak sempurnanya hidupku” keluhnya, dan disaat lain mengumpat “Maha pencifta tidak adil….!!!”.  Dan banyak lagi ungkapan rasa kesal yang dikeluarkannya.
Namun pada kenyataanya umpatan dan rasa sesal itu mubajir dan sia-sia, perjalanan kehidupan ternyata terus berjalan dan berlangsung sesuai dengan ritmenya tanpa peduli sejauh mana sesuatu  tertinggal, anak kerang akhirnya berpikir bahwa bukan dunia yang menyesuaikan diri dengan kita tetapi kita yang dituntut untuk segera menentukan sikap serta melakukan tindakan yang mampu mengatasi tantangan hidup, harus mampu menghadapi penderitaan sebagai sebuah problem kehidupan yang mesti ditaklukkan dengan memecahkan masalah dan mengambil keputusan, dan tanpa diduga setelah beberapa waktu kemudian ternyata sebutir pasir yang ada didalam tubuh kerang itu berubah wujud menjadi sebutir permata. Dan dari hari ke hari permata itu semakin besar dan indah.
Akhirnya permata itu menjadi sebuah benda abadi yang tidak lapuk di musim hujan dan tidak retak dikala musim kemarau, abadi sepanjang masa dan berharga nilainya. Anak kerang tersebut kemudian berubah wujud menjadi sebuah permata yang berharga dan diburu umat manusia, nilainya kian berharga dan lebih berharga daripada kerang-kerang  lain yang hanya menjadi santapan manusia bahkan banyak kerang lainnya dijemput ajal sebelum usianya tua sehingga belum sempat memahami arti hidup sesungguhnya.
Padahal hidup ini begitu indah dan terlampau sayang untuk tidak dinikmati dan dijalani, sehingga tidak berlebihan jika Chairil Anwar pernah berujar “Aku ingin hidup seribu tahun lagi…..”.  Kata-kata ini memang terlalu hiperbolik, tetapi jika kita berkenan sejenak saja untuk melakukan permenungan dan mencoba merangkai serpihan-serpihan pengalaman hidup menjadi sebuah kalimat ajimat yang menjadi motif kehidupan, dari sekian banyak penderitaan dan rasa sesal yang pernah kita rasakan, diantara semua perasaan sedih itu pasti ada sesuatu hikmat yang bisa kita jadikan sebagai motivasi meningkatkan daya juang kita menaklukkan rintangan dan beban dalam kehidupan ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar